Puisi Gunung Dan Hutan "Belajar Dari Kabut Manja"



Inpirasi Ini Tertuang Saat Pendakian Di Gunung Slamet via Gunung Malang

Awalnya kami sepakat lewat via Bambangan, berhubung kuota penuh terlebih libur panjang otomatis ramai jalur pendakian via Bambangan, kami bertanya kepada petugas Base Camp Bambangan, "jika dipaksakan naik jalur ini kemungkinan besar susah mendapatkan shelter untuk membuka tenda" tuturnya.

Kami sepakat mengalihkan pendakian Gunung Slamet via Gunung Malang, dimana jalur tersebut sepi pendaki karena termasuk jalur konservasi - evakuasi.
 
Dari semua anggota tim, belum pernah yang melakukan pendakian tersebut.
Dan konsekuensi itu harus diterima dengan penuh tanggung jawab.

Dan ternyata bener-bener mantap dengan track yang nanjak, sepi pendaki, banyak daun Jancukan atau daun Jelatang, dijamin garuk-garuk gatal panas dikulit jika tersentuh daun tersebut, apa lagi pakai pakaian pendek.

Kami pun sampai shelter malam hari dan dihujan besar diperjalanan.
Ada yang kram, kesleo, dan ada yang tidak memepersiapan alat pendakian gunung dengan baik termasuk saya.

Kami summit puncak gunung Slamet jam 3 dan sampai puncak dihantam kabut, sehingga tidak bisa merasakan mempesoannya sunrise dari puncak Gunung Slamet. 

Puisi Gunung Dan Hutan "Belajar Dari Kabut Manja"

Belajar Dari Kabut Manja

Karya : Mizo Bahussuta (08 ‎July ‎2018)

Berjalan menyusuri semak-semak hutan
Harmoni terdengar di sepanjang langkah kaki kecil
Mataharipun tenggelam berganti malam
Bersam hujan membasuh nafas pencari lelah


Sejenak terhenti badan mulai menjerit sakit
Dari tulang-tulang yang kurang bersinergi
Salam hangat menyapa daun jelatang ikut mewarnai
Menambah menjerit raga ingin pasrah dari perjalanan ini


Pohon-pohon rimbun terus menari
Seakan melihatku senang tak berdaya
Dari jiwaku meronta pucat menguning
Ingin ku menjerit, meronta, teriak


Jiwapun mulai teresapi oleh ego merah menyala
Untuk mundur dan kembali pulang
Tapi ku malu pada pohon termakan waktu
Yang berbisik kepadaku
 
Gerimis mungil tiba dan memeluku
Anggunya edelweiss muncul dibalik batuan kecil
Tetap tumbuh walaupun diatas krikil dan pasir
Asupan alam memberikan energi untuk terus berjalan


Membayangkan lautan awan yang menari-nari
Bersama mentari pagi tersenyum menyapa
Tuk berdendang bersama
Menghangatkan tubuh ini


Sekatpun usai hanya atap langit hitam yang menjadi batas
Jejak langka kecil ini pun terhenti di titik tertinggi
Apa daya mata memandang jauh ke titik fokus harapan
Kabut menjelajah dan bertahta di atas singgasana


Mentari seakan malu dan terus sembunyi dibalik kabut manja
Kecewa, kesal, marah mulai menebal menutup jiwaku
Alam berbisik terngiang kencang
Bagaikan bernafas masuk dan keluar


Ternyata langit tak selalu biru
Ada goresan-goresan lain


Tarian kabut manja mengiringi anggunya mentari
Awan putih berkejaran seperti anak bermain
Waktupun berganti dan kabut manjapun pergi


Mentari tersenyum anggun bersama samudra awan putih
Melambaikan dengan kasihnya
Yang dibatasi oleh atap langit yang membiru syahdu
Ku belajar mengerti


Karena semua kan berakhir dan terganti 
Di sinilah menghentikan waktu yang sesungguhnya
Belajar dari kabut manja

Posting Komentar untuk "Puisi Gunung Dan Hutan "Belajar Dari Kabut Manja" "